Arbitrase sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat menjatuhkan putusan yang bersifat final dan mengikat. Idealnya, para pihak yang menyelesaikan sengketa di arbitrase tidak lagi membawa permasalahan ke pengadilan, baik dalam hal eksekusi ataupun membatalkan putusan arbitrase.
Walaupun hanya berupa quasi judicial, lembaga arbitrase akan lebih efektif dipilih untuk menyelesaikan sengketa bisnis, sepanjang dilakukan secara sukarela dan dengan itikad baik. Karena secara prinsip, para pihak memilih arbitrase untuk menghindari pengadilan. Salah satu alasannya karena sifat tertutup arbitrase yang dapat menjaga kerahasiaan kasus mereka. Mengingat, publikasi tentang sengketa kurang baik bagi pebisnis.
Yang menarik dalam arbitrase, sebelum sidang dimulai, para pihak sudah mengetahui posisi dan sikap masing-masing pihak sebagaimana tertuang dalam permohonan arbitrase dan jawaban terhadap permohonan arbitrase. Bahkan, para pihak pun sudah menyerahkan daftar bukti untuk mendukung dalilnya. Sehingga, pada saat sidang pemeriksaan arbitrase, para pihak mendapatkan keleluasaan untuk mengutarakan argumennya secara verbal dan juga dapat menyertakan bukti tambahan.
Pemandangan sidang arbitrase jauh berbeda dengan sidang perdata di pengadilan negeri yang terkadang hanya bertukar dokumen sidang. Agenda pembuktian pun seperti seremonial penyerahan dokumen semata, jika tidak ada saksi yang diajukan dalam perkara tersebut.
Lebih jauh mengenai permohonan arbitrase juga telah diatur dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU No.30/1999). Selanjutnya, saya akan menggunakan pendekatan dalam prosedur ber-arbitrase di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Berikut adalah tahapan prosedurnya.
Pertama, Permohonan Arbitrase. Prosedur arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian Permohonan Arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase pada Sekretariat BANI. Di dalam permohonan tersebut, pemohon menjelaskan baik dari sisi formal tentang kedudukan pemohon dikaitkan dengan perjanjian arbitrase, kewenangan arbitrase (dalam hal ini BANI) untuk memeriksa perkara, hingga prosedur yang sudah ditempuh sebelum dapat masuk ke dalam penyelesaian melalui forum arbitrase.
Penyelesaian sengketa di arbitrase dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak berperkara. Kesepakatan tersebut dapat dibuat sebelum timbul sengketa (Pactum De Compromittendo) atau disepakati para pihak saat akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase (akta van compromis).
Sebelum mendaftarkan permohonan ke BANI, Pemohon terlebih dahulu memberitahukan kepada Termohon bahwa sehubungan dengan adanya sengketa antara Pemohon dan Termohon maka Pemohon akan menyelesaikan sengketa melalui BANI.
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU No. 30/1999, pemberitahuan sebagaimana dimaksud di atas harus memuat dengan jelas:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Setelah menerima Permohonan Arbitrase dan dokumen-dokumen serta biaya pendaftaran yang disyaratkan, Sekretariat harus mendaftarkan Permohonan itu dalam register BANI. Badan Pengurus BANI juga akan memeriksa Permohonan tersebut untuk menentukan apakah perjanjian arbitrase atau klausul arbitrase dalam kontrak telah cukup memberikan dasar kewenangan bagi BANI untuk memeriksa sengketa tersebut.
Kedua, Penunjukan Arbiter. Pada dasarnya, para pihak dapat menentukan apakah forum arbitrase akan dipimpin oleh arbiter tunggal atau oleh Majelis. Dalam hal forum arbitrase dipimpin oleh arbiter tunggal, para pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan tentang pengangkatan arbiter tunggal pemohon secara tertulis harus mengusulkan kepada termohon nama orang yang dapat diangkat sebagai arbiter tunggal. Jika dalam 14 (empat belas) hari sejak termohon menerima usul pemohon para pihak tidak berhasil menentukan arbiter tunggal maka dengan berdasarkan permohonan dari salah satu pihak maka Ketua Pengadilan dapat mengangkat arbiter tunggal.
Dalam hal forum dipimpin oleh Majelis maka Para Pihak akan mengangkat masing-masing 1 (satu) arbiter. Dalam forum dipimpin oleh Majelis arbiter yang telah diangkat oleh Para Pihak akan menunjuk 1 (satu) arbiter ketiga (yang kemudian akan menjadi ketua majelis arbitrase). Apabila dalam waktu 14 (empat) belas hari setelah pengangkatan arbiter terakhir belum juga didapat kata sepakat maka atas permohonan salah satu pihak maka Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter ketiga.
Apabila setelah 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan diterima oleh termohon dan salah satu pihak ternyata tidak menunjuk seseorang yang akan menjadi anggota majelis arbitrase, arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya akan bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya mengikat kedua belah pihak.
Ketiga, Tanggapan Termohon. Apabila Badan Pengurus BANI menentukan bahwa BANI berwenang memeriksa, maka setelah pendaftaran Permohonan tersebut, seorang atau lebih Sekretaris Majelis harus ditunjuk untuk membantu pekerjaan administrasi perkara arbitrase tersebut. Sekretariat harus menyampaikan satu salinan Permohonan Arbitrase dan dokumen-dokumen lampirannya kepada Termohon, dan meminta Termohon untuk menyampaikan tanggapan tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah menerima penyampaian Permohonan Arbitrase, Termohon wajib menyampaikan Jawaban. Dalam Jawaban itu, Termohon dapat menunjuk seorang Arbiter atau menyerahkan penunjukan itu kepada Ketua BANI. Apabila, dalam Jawaban tersebut, Termohon tidak menunjuk seorang Arbiter, maka dianggap bahwa penunjukan mutlak telah diserahkan kepada Ketua BANI.
Ketua BANI berwenang, atas permohonan Termohon, memperpanjang waktu pengajuan Jawaban dan atau penunjukan arbiter oleh Termohon dengan alasan-alasan yang sah, dengan ketentuan bahwa perpanjangan waktu tersebut tidak boleh melebihi 14 (empat belas) hari.
Keempat, Tuntutan Balik. Apabila Termohon bermaksud mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian sehubungan dengan sengketa atau tuntutan yang bersangkutan sebagai-mana yang diajukan Pemohon, Termohon dapat mengajukan tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut bersama dengan Surat Jawaban atau selambat-lambatnya pada sidang pertama.
Majelis berwenang, atas permintaan Termohon, untuk memperkenankan tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian itu agar diajukan pada suatu tanggal kemudian apabila Termohon dapat menjamin bahwa penundaan itu beralasan.
Atas tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut dikenakan biaya tersendiri sesuai dengan cara perhitungan pembebanan biaya adminsitrasi yang dilakukan terhadap tuntutan pokok (konvensi) yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak berdasarkan Peraturan Prosedur dan daftar biaya yang berlaku yang ditetapkan oleh BANI dari waktu ke waktu. Apabila biaya administrasi untuk tuntutan balik atau upaya penyelesaian tersebut telah dibayar para pihak, maka tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian akan diperiksa, dipertimbangkan dan diputus secara bersama-sama dengan tuntutan pokok.
Kelalaian para pihak atau salah satu dari mereka, untuk membayar biaya administrasi sehubungan dengan tuntutan balik atau upaya penyelesaian tidak menghalangi ataupun menunda kelanjutan penyelenggaraan arbitrase sehubungan dengan tuntutan pokok (konvensi) sejauh biaya administrasi sehubungan dengan tuntutan pokok (konvensi) tersebut telah dibayar, seolah-olah tidak ada tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tuntutan.
Dalam hal Termohon telah mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian, Pemohon (yang dalam hal itu menjadi Termohon), berhak dalam jangka waktu 30 hari atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Majelis, untuk mengajukan jawaban atas tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut.
Kelima, Sidang Pemeriksaan. Dalam sidang pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain yang akan digunakan. Para pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus.
Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait dan keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan.
Atas permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase dapat mengambil putusan provisionil atau putusan sela lainnya untuk mengatur ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa termasuk penetapan sita jaminan.
Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara tertulis. Pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase. Arbiter atau majelis arbitrase dapat mendengar keterangan saksi atau mengadakan pertemuan yang dianggap perlu pada tempat tertentu diluar tempat arbitrase diadakan.
Pemeriksaan saksi dan saksi ahli dihadapan arbiter atau majelis arbitrase, diselenggarakan menurut ketentuan dalam hukum acara perdata. Arbiter atau majelis arbitrase dapat mengadakan pemeriksaan setempat atas barang yang dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan dengan sengketa yang sedang diperiksa, dan dalam hal dianggap perlu, para pihak akan dipanggil secara sah agar dapat juga hadir dalam pemeriksaan tersebut.
Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk. Arbiter atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya apabila :
1.
2.
3.
Dalam hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, arbiter atau majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara para pihak yang bersengketa. Dalam hal usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercapai, maka arbiter atau majelis arbitrase membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian tersebut.
Apabila pada hari yang ditentukan sebagaimana dimaksud termohon tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan termohon telah dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbitrase segera melakukan pemanggilan sekali lagi. Paling lama 10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan kedua diterima termohon dan tanpa alasan sah termohon juga tidak datang menghadap di muka persidangan, pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum. Majelis wajib menetapkan Putusan akhir dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak ditutupnya persidangan, kecuali Majelis mempertimbangkan bahwa jangka waktu tersebut perlu diperpanjang secukupnya. Selain menetapkan Putusan akhir, Majelis juga berhak menetapkan putusan-putusan pendahuluan, sela atau Putusan-putusan parsial.
Arbitrase sebagai lembaga penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat menjatuhkan putusan yang bersifat final dan mengikat. Idealnya, para pihak yang menyelesaikan sengketa di arbitrase tidak lagi membawa permasalahan ke pengadilan, baik dalam hal eksekusi ataupun membatalkan putusan arbitrase.
Walaupun hanya berupa quasi judicial, lembaga arbitrase akan lebih efektif dipilih untuk menyelesaikan sengketa bisnis, sepanjang dilakukan secara sukarela dan dengan itikad baik. Karena secara prinsip, para pihak memilih arbitrase untuk menghindari pengadilan. Salah satu alasannya karena sifat tertutup arbitrase yang dapat menjaga kerahasiaan kasus mereka. Mengingat, publikasi tentang sengketa kurang baik bagi pebisnis.
Yang menarik dalam arbitrase, sebelum sidang dimulai, para pihak sudah mengetahui posisi dan sikap masing-masing pihak sebagaimana tertuang dalam permohonan arbitrase dan jawaban terhadap permohonan arbitrase. Bahkan, para pihak pun sudah menyerahkan daftar bukti untuk mendukung dalilnya. Sehingga, pada saat sidang pemeriksaan arbitrase, para pihak mendapatkan keleluasaan untuk mengutarakan argumennya secara verbal dan juga dapat menyertakan bukti tambahan.
Pemandangan sidang arbitrase jauh berbeda dengan sidang perdata di pengadilan negeri yang terkadang hanya bertukar dokumen sidang. Agenda pembuktian pun seperti seremonial penyerahan dokumen semata, jika tidak ada saksi yang diajukan dalam perkara tersebut.
Lebih jauh mengenai permohonan arbitrase juga telah diatur dalam Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU No.30/1999). Selanjutnya, saya akan menggunakan pendekatan dalam prosedur ber-arbitrase di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Berikut adalah tahapan prosedurnya.
Pertama, Permohonan Arbitrase. Prosedur arbitrase dimulai dengan pendaftaran dan penyampaian Permohonan Arbitrase oleh pihak yang memulai proses arbitrase pada Sekretariat BANI. Di dalam permohonan tersebut, pemohon menjelaskan baik dari sisi formal tentang kedudukan pemohon dikaitkan dengan perjanjian arbitrase, kewenangan arbitrase (dalam hal ini BANI) untuk memeriksa perkara, hingga prosedur yang sudah ditempuh sebelum dapat masuk ke dalam penyelesaian melalui forum arbitrase.
Penyelesaian sengketa di arbitrase dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak berperkara. Kesepakatan tersebut dapat dibuat sebelum timbul sengketa (Pactum De Compromittendo) atau disepakati para pihak saat akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase (akta van compromis).
Sebelum mendaftarkan permohonan ke BANI, Pemohon terlebih dahulu memberitahukan kepada Termohon bahwa sehubungan dengan adanya sengketa antara Pemohon dan Termohon maka Pemohon akan menyelesaikan sengketa melalui BANI.
Sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) dan (2) UU No. 30/1999, pemberitahuan sebagaimana dimaksud di atas harus memuat dengan jelas:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Setelah menerima Permohonan Arbitrase dan dokumen-dokumen serta biaya pendaftaran yang disyaratkan, Sekretariat harus mendaftarkan Permohonan itu dalam register BANI. Badan Pengurus BANI juga akan memeriksa Permohonan tersebut untuk menentukan apakah perjanjian arbitrase atau klausul arbitrase dalam kontrak telah cukup memberikan dasar kewenangan bagi BANI untuk memeriksa sengketa tersebut.
Kedua, Penunjukan Arbiter. Pada dasarnya, para pihak dapat menentukan apakah forum arbitrase akan dipimpin oleh arbiter tunggal atau oleh Majelis. Dalam hal forum arbitrase dipimpin oleh arbiter tunggal, para pihak wajib untuk mencapai suatu kesepakatan tentang pengangkatan arbiter tunggal pemohon secara tertulis harus mengusulkan kepada termohon nama orang yang dapat diangkat sebagai arbiter tunggal. Jika dalam 14 (empat belas) hari sejak termohon menerima usul pemohon para pihak tidak berhasil menentukan arbiter tunggal maka dengan berdasarkan permohonan dari salah satu pihak maka Ketua Pengadilan dapat mengangkat arbiter tunggal.
Dalam hal forum dipimpin oleh Majelis maka Para Pihak akan mengangkat masing-masing 1 (satu) arbiter. Dalam forum dipimpin oleh Majelis arbiter yang telah diangkat oleh Para Pihak akan menunjuk 1 (satu) arbiter ketiga (yang kemudian akan menjadi ketua majelis arbitrase). Apabila dalam waktu 14 (empat) belas hari setelah pengangkatan arbiter terakhir belum juga didapat kata sepakat maka atas permohonan salah satu pihak maka Ketua Pengadilan Negeri dapat mengangkat arbiter ketiga.
Apabila setelah 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan diterima oleh termohon dan salah satu pihak ternyata tidak menunjuk seseorang yang akan menjadi anggota majelis arbitrase, arbiter yang ditunjuk oleh pihak lainnya akan bertindak sebagai arbiter tunggal dan putusannya mengikat kedua belah pihak.
Ketiga, Tanggapan Termohon. Apabila Badan Pengurus BANI menentukan bahwa BANI berwenang memeriksa, maka setelah pendaftaran Permohonan tersebut, seorang atau lebih Sekretaris Majelis harus ditunjuk untuk membantu pekerjaan administrasi perkara arbitrase tersebut. Sekretariat harus menyampaikan satu salinan Permohonan Arbitrase dan dokumen-dokumen lampirannya kepada Termohon, dan meminta Termohon untuk menyampaikan tanggapan tertulis dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah menerima penyampaian Permohonan Arbitrase, Termohon wajib menyampaikan Jawaban. Dalam Jawaban itu, Termohon dapat menunjuk seorang Arbiter atau menyerahkan penunjukan itu kepada Ketua BANI. Apabila, dalam Jawaban tersebut, Termohon tidak menunjuk seorang Arbiter, maka dianggap bahwa penunjukan mutlak telah diserahkan kepada Ketua BANI.
Ketua BANI berwenang, atas permohonan Termohon, memperpanjang waktu pengajuan Jawaban dan atau penunjukan arbiter oleh Termohon dengan alasan-alasan yang sah, dengan ketentuan bahwa perpanjangan waktu tersebut tidak boleh melebihi 14 (empat belas) hari.
Keempat, Tuntutan Balik. Apabila Termohon bermaksud mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian sehubungan dengan sengketa atau tuntutan yang bersangkutan sebagai-mana yang diajukan Pemohon, Termohon dapat mengajukan tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut bersama dengan Surat Jawaban atau selambat-lambatnya pada sidang pertama.
Majelis berwenang, atas permintaan Termohon, untuk memperkenankan tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian itu agar diajukan pada suatu tanggal kemudian apabila Termohon dapat menjamin bahwa penundaan itu beralasan.
Atas tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut dikenakan biaya tersendiri sesuai dengan cara perhitungan pembebanan biaya adminsitrasi yang dilakukan terhadap tuntutan pokok (konvensi) yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak berdasarkan Peraturan Prosedur dan daftar biaya yang berlaku yang ditetapkan oleh BANI dari waktu ke waktu. Apabila biaya administrasi untuk tuntutan balik atau upaya penyelesaian tersebut telah dibayar para pihak, maka tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian akan diperiksa, dipertimbangkan dan diputus secara bersama-sama dengan tuntutan pokok.
Kelalaian para pihak atau salah satu dari mereka, untuk membayar biaya administrasi sehubungan dengan tuntutan balik atau upaya penyelesaian tidak menghalangi ataupun menunda kelanjutan penyelenggaraan arbitrase sehubungan dengan tuntutan pokok (konvensi) sejauh biaya administrasi sehubungan dengan tuntutan pokok (konvensi) tersebut telah dibayar, seolah-olah tidak ada tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tuntutan.
Dalam hal Termohon telah mengajukan suatu tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian, Pemohon (yang dalam hal itu menjadi Termohon), berhak dalam jangka waktu 30 hari atau jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Majelis, untuk mengajukan jawaban atas tuntutan balik (rekonvensi) atau upaya penyelesaian tersebut.
Kelima, Sidang Pemeriksaan. Dalam sidang pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, kecuali atas persetujuan arbiter atau majelis arbitrase para pihak dapat memilih bahasa lain yang akan digunakan. Para pihak yang bersengketa dapat diwakili oleh kuasanya dengan surat kuasa khusus.
Pihak ketiga di luar perjanjian arbitrase dapat turut serta dan menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase, apabila terdapat unsur kepentingan yang terkait dan keturutsertaannya disepakati oleh para pihak yang bersengketa serta disetujui oleh arbiter atau majelis arbitrase yang memeriksa sengketa yang bersangkutan.
Atas permohonan salah satu pihak, arbiter atau majelis arbitrase dapat mengambil putusan provisionil atau putusan sela lainnya untuk mengatur ketertiban jalannya pemeriksaan sengketa termasuk penetapan sita jaminan.
Pemeriksaan sengketa dalam arbitrase harus dilakukan secara tertulis. Pemeriksaan secara lisan dapat dilakukan apabila disetujui para pihak atau dianggap perlu oleh arbiter atau majelis arbitrase. Arbiter atau majelis arbitrase dapat mendengar keterangan saksi atau mengadakan pertemuan yang dianggap perlu pada tempat tertentu diluar tempat arbitrase diadakan.
Pemeriksaan saksi dan saksi ahli dihadapan arbiter atau majelis arbitrase, diselenggarakan menurut ketentuan dalam hukum acara perdata. Arbiter atau majelis arbitrase dapat mengadakan pemeriksaan setempat atas barang yang dipersengketakan atau hal lain yang berhubungan dengan sengketa yang sedang diperiksa, dan dalam hal dianggap perlu, para pihak akan dipanggil secara sah agar dapat juga hadir dalam pemeriksaan tersebut.
Pemeriksaan atas sengketa harus diselesaikan dalam waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak arbiter atau majelis arbitrase terbentuk. Arbiter atau majelis arbitrase berwenang untuk memperpanjang jangka waktu tugasnya apabila :
1.
2.
3.
Dalam hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan, arbiter atau majelis arbitrase terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara para pihak yang bersengketa. Dalam hal usaha perdamaian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercapai, maka arbiter atau majelis arbitrase membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian tersebut.
Apabila pada hari yang ditentukan sebagaimana dimaksud termohon tanpa suatu alasan sah tidak datang menghadap, sedangkan termohon telah dipanggil secara patut, arbiter atau majelis arbitrase segera melakukan pemanggilan sekali lagi. Paling lama 10 (sepuluh) hari setelah pemanggilan kedua diterima termohon dan tanpa alasan sah termohon juga tidak datang menghadap di muka persidangan, pemeriksaan akan diteruskan tanpa hadirnya termohon dan tuntutan pemohon dikabulkan seluruhnya, kecuali jika tuntutan tidak beralasan atau tidak berdasarkan hukum. Majelis wajib menetapkan Putusan akhir dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak ditutupnya persidangan, kecuali Majelis mempertimbangkan bahwa jangka waktu tersebut perlu diperpanjang secukupnya. Selain menetapkan Putusan akhir, Majelis juga berhak menetapkan putusan-putusan pendahuluan, sela atau Putusan-putusan parsial.